Kini Tsaqofah Edisi 37 akan Beredar diseluruh toko toko Indonesia yang ada di Riyadh, atas partisipasinya dalam berlangganan kami tak lupa haturkan ribuan terima kasih

Apa Yang Dari TKW Kita?

Oleh : Abu Abidah

Suatu hari, saya diminta untuk membimbing umrah beberapa TKI. Rupanya ada seorang jamaah laki-laki yang kenal kalau saya termasuk kru Tsaqofah. Waktu itu dia sempat "protes", kenapa pada rubrik Sahabat Tsaqofah (ST) edsi 34, editor Tsaqofah lalai tidak memberi tanda xx  (double x) pada dua digit terakhir no HP anggota ST? Dan data dirinya kebetulan dimuat pada edisi itu. Akhirnya, kata dia, banyak TKW yang menelphon dirinya. Ada yang minta kenalan, ada yang cuma ber-ha…, ha…, he…, he…, tapi tak sedikit pula yang mencoba menggoda dirinya. Yang jelas, dia punya kesimpulan bahwa di tanah rantau ini, tidak hanya TKL yang suka iseng-iseng menggoda TKW, tapi banyak pula yang sebaliknya.
Awalnya, saya ragu dengan kesimpulan yang dia buat. Tapi beberapa waktu kemudian temanku, seorang sopir, membenarkan kesimpulan tadi. Dia juga mengaku sering digoda TKW yang awalnya mengaku 'maaf salah sambung'. Setelah itu mengajak kenalan, tanya ini…, tanya itu … (yang sifatnya pribadi), sampai kemudian berani minta dikirimi pulsa segala.

Wow…, ternyata yang bersaksi cukup banyak juga, bahwa TKW kita di perantuan banyak yang haus perhatian laki-laki. Kalau begitu, berarti hobby goda-menggoda ternyata bukan domain kaum pria saja. Artinya, laki-laki atau perempuan sami mawon. Dan yang lebih meyakinkan lagi adalah, sehari sebelum tulisan ini saya buat, saya diminta oleh salah seorang kafil untuk menerjemahkan surat berbahasa Indonesia yang ditulis oleh pembantunya. Ternyat isi suratnya lumayan "menggoda". Sang TKW menceritakan bahwa ia sering menghayalkan dirinya ingin "disentuh" oleh sopir satu majikan yang katanya, ganteng. Untung si sopir bukan temasuk  tipikel play boy. Jadi kejadian "laknatullah" yang ditakutkan semua insan beriman, tidak sampai terjadi. Rupanya petualangan lempar melempar surat yang selama ini dilakukan TKW-nya terhadap sopir majikan tertangkap basah oleh majikan. Lalu suratnya dibawa ke kantor kami untuk diterjemahkan. Karena majikan penasaran, ingin tahu apa isinya.

Makanya, tak heran kalau kemudian Mas Karmin sering membisiki  saya (saat sedang menulis) bahwa kalau menulis tentang dunia TKI, sering-seringlah mengingatkan teman-teman TKI agar yang laki-laki jangan sampai jadi play boy bin buaya darat dan yang perempuan jangan sampai jadi TKW gatelan. Sebab kalau dua tipikel manusia ini bertemu secara fisik (yang awalnya cuma kenalan via HP), bisa kita bayangkan, mungkin singgasana Arasy akan ikut bergetar.

 Ternyata, si penulis surat (yang tertangkap basah) tadi seorang TKW yang punya suami, lho? Akhirnya, di kantor kami ada yang berkomentar, "Yang masih bersuami saja seperti itu,  bagaimana dengan yang berstatus janda, mungkin –maaf—lebih nggateli lagi." Demikian kira-kira kalimatnya, kalau diungkapkan dengan gaya Mas Karmin.

Terkait istilah janda gatelan, kemarin ada TKW (dan kebetulan seorang janda) yang protes pada Mas Karmin. Dia bilang, tidak semua janda punya tipikel  nggateli. Masih banyak pula TKW janda yang baik-baik dan salehah. Walaupun sebelum jadi TKW dia mengaku pernah jadi wanita slebor. Tapi sekarang, katanya, sudah bertaubat dan siap menjadi wanita salehah. Amin.

Ya, saya setuju. Tidak semua TKW janda itu nggateli. Faktanya, banyak juga TKW janda yang bermental baik. Bahkan --insya Allah-- salehah. Contohnya, 3 tahun yang lalu, saya pernah kenal seorang TKW (kebetulan berstatus janda dan sekarang sudah exit) yang --menurut pengakuannya-- hampir tiap malam selalu qiyamullail (shalat malam). Bahkan Ramadhan kemarin, saat lagi enak-enaknya ngedit Tsaqofah, saya ditelpon salah seorang TKW (pembaca setia Tsaqofah yang juga kebetulan berstatus janda). Dia menanyakan pada saya, sudah berapa kali mengkhatamkan al-Qur'an. Dia mengaku hampir 2 kali khatam, padahal puasa Ramadhan baru berlangsung sekitar setengah bulan-an. Dan saya sendiri, waktu itu baru akan 1 kali khatam.

Dan jangan heran, saat ini, banyak lho, TKW kita (termasuk janda) yang suka puasa Senin-Kamis. Saya yakin niat mereka berpuasa sunah (terutama yang janda) bukan bertujuan agar gampang jodoh. Mungkin mereka ingat akan ungkapan Kanjeng Nabi saw, "Pintu-pintu surga dibuka pada hari Kamis dan Senin maka dalam dua hari itu diampuni dosa-dosa setiap hamba, kecuali dosa syirik…."(HR. Tirmidzi).  Bahkan, kemarin ada TKW kaburan yang minta dicarikan rekaman ceramah Aa Gym dan KH. Zaenudin MZ. Rupanya  dia merasa rindu dengan taushiah para Kyai.
  
Jadi kalau begitu, kita tak boleh memandang sebelah mata terhadap para TKW berstatus single (perawan/janda), bahkan terhadap TKW kaburan sekalipun. Sebab ternyata banyak juga dari mereka yang baik-baik. Hanya saja, kalau kebetulan ada diantara kita yang berstatus TKW kaburan, atau menjadi "penolong" kaburan, mohon kiranya untuk segera kembali ke "fitrahnya”. Maksudnya, jangan karena kita (TKL) lumayanan dengan seratus dua ratus reyal, akhirnya kita mau jadi joki kaburan atau (yang TKW) mau  jadi "barang dagangan."

Benar, semua tergantung orangnya. Apakah dia TKL ataupun TKW, apakah dia single (perawan-janda/jaka-duda) atau dia masih bersuami/beristeri, semua punya peluang yang sama untuk menjadi TKI yang baik, atau sebaliknya, menjadi TKI keblangksak.

Tapi sudah menjadi rahasia umum, setiap TKI yang jauh dari keluarga, tentu akan merasakan bagaimana rasanya rindu pada pasangan, selain rindu pada keturunan dan ayah-bunda. Itu normal dan sangat manusiawi. Kita yang kebetulan berstatus dulok (duda lokal) dan janlok (janda lokal), kerinduan yang dialami mungkin jauh lebih hebat dan sewaktu-waktu bisa meledak. Maklum, saat masih di kampung halaman, kita sering mendapat service rutin dari pasangan kita. Tapi karena tuntutan ekonomi dan pasangan kita tak bisa kita ajak serta, mau tak mau kita harus "berpuasa", paling tidak sampai akhir kontrak.

Untuk yang kerja di kantoran –seperti CS-nya Mas Karmin-- mungkin sedikit lebih save, karena bisa pulang cuti tiap tahun. Tapi bagi kita yang kebetulan berstatus sawwag atau syaghalah, mungkin harus dikuat-kuatkan sampai minimal 2 tahun. Pas dua tahun bisa pulang saja sudah untung.

Bagi TKL  yang aktif di pengajian, rutin olah raga, bisa menjaga pergaulan, atau rajin shalat jamaah di masjid,  menahan kerinduan sampai 2 tahun mungkin masih bisa diredam dan sedikit aman dari jebakan setan. Tapi bagi TKL yang malas ngaji, malas olah raga, atau salah pergaulan, menahan rindu sampai dua tahun, rasanya begitu tersiksa, terlebih lagi bagi yang sering  ber-hallo ria dengan lawan jenis via HP di malam sepi. Bila kondisinya seperti demikian, jelas rentan dengan jebakan setan dan gampang tergoda pergaulan yang menjanjikan "kenikmatan sesaat". Akhirnya, tak sedikit dari mereka yang terjerumus ke lembah nista.

 Makanya, tak sedikit dari teman-teman kita yang berani nyicipi kaburan yang ditolongnya, kumpul kebo dengan "ayam" piaraannya, berani jajan abu khomsin, atau yang agak sedikit sopan, berani melakukan kawin-kawinan.

Untuk yang terakhir ini (kawin-kawinan), biasanya dilakukan oleh TKI yang masih punya malu tapi tak takut dosa. Kenapa demikian? Karena praktek "nikah" yang mereka lakukan seringkali  diragukan keabsahannya. Bisa jadi, ada yang benar-benar telah memenuhi syarat-rukun nikah, tapi tak sedikit yang hanya asal kawin. Praktek nikah instant ala TKI  (tepatnya disebut kawin-kawinan) ini semakin menjamur dari hari ke hari. Sampai ada seorang penjaga toko yang merasa risih dengan ulah sebagian teman-temannya yang gemar kawin-cerai ala TKI. Dan ia mengaku tahu persis apa yang dilakukan teman-temannya itu. Mereka tak lebih hanya untuk menutupi kedok "perzinahan" yang mereka lakukan. Makanya, penjaga toko tadi wanti-wanti pada saya,  kalau menulis seputar dunia TKI, tolong disinggung masalah yang satu ini.

Modus operandi yang sering terjadi adalah, ketika dapat mangsa (TKW kaburan) yang ditolonngnya, dengan sejuta janji manis, ia (TKL buaya darat) menawarkan perlindungan dan janji kerja bulanan pada mangsanya. Karuan saja, TKW yang rata-rata masih non atau ex tapi lemah iman,  akan tergiur dengan janji TKL. Lalu, beberapa waktu kemudian, dengan dalih "keamanan", TKL mengajaknya "nikah". Tak peduli TKW kaburan tersebut status aslinya apa, yang penting kalau nanti ditanya pak "Naib" (penghulu), mengaku saja sebagai janda. Karena yang didatangkan adalah Naib RD (Rai Duit), yang penting amplopnya meyakinkan, pasti prosesi ijab-kabul akan dijamin lancar.
Memang, biar kelihatan prosedural, biasanya pak Naib RD ini menanyakan wali dan saksi segala. Tapi karena semua sudah di-setting oleh TKL  dan otak TKW kaburan sudah dicekoki janji manis, tentu di mata Naib RD, semua sudah memenuhi syarat. Faktanya, banyak TKW yang hanya mengaku-ngaku janda, padahal statusnya masih resmi punya suami di Indonesia.

Benarkah di Riyadh ini banyak ditemui Naib RD? Wallahu a'lam, tapi kalau tanya pada Mas Karmin, sekedar mencari 2 sampai 3 Naib RD sih, insya llah dia tahu. Tapi yakin, dia pasti tak akan memberi-tahukan Anda (pembaca Tsaqofah). Itu rahasia perusahaan, katanya.
Begitu TKW kaburan sudah dieksploitir lahir-batin dan TKL sudah merasa bosan, atau takut ketahuan pihak berwenang, biasanya si TKW ditingggal begitu saja.  Kadang TKW disuruh menyerahkan diri ke KBRI  agar bisa pulang dengan selamat dan disuruh pura-pura nggelo kalau ditanyai macam-macam oleh pegawai KBRI. Makanya, kemudian ada yang nyletuk, "Wah, kalau begitu, enak bener, dia (TKL) yang "makan", KBRI yang disuruh "nyuci piring". Saya yakin, KBRI juga cukup cerdas dalam menangani TKW kaburan.

Ternyata, yang bisa dibohongi buaya darat bukan hanya TKW kaburan, TKW yang resmi dan berada di rumah majikan pun banyak yang terjebak dan masuk perangkapnya. Awalnya, sekedar kenal tanpa sengaja, seperti salah sambung atau kenal lewat sopir yang satu majikan. Lama kelamaan, karena si TKW kebetulan berstatus janda (apalagi yang pernah dikhianati suami), akal sehat TKW sering tertutup oleh sanjungan dan kiriman pulsa TKL. Karena mungkin tak pernah baca Tsaqofah, akhirnya TKW menjadi kurang cerdas dan gampang dikibuli. Apalagi setan sering berbisik manis padanya.

Persis seperti yang terjadi di daerah Gharnata beberapa bulan lalu. Seorang TKW janda gatelan nekad memanggil gendakan-nya masuk ke rumah majikan, saat rumah lagi sepi. Mungkin waktu itu ubun-ubun si TKW lagi panas dibakar rindu. Begitu sedang berduaan di dalam kamar, tiba-tiba majikan datang. Karuan saja mereka kaget dan tertangkap basah. Tak berapa lama, sepasang TKI yang terjebak permainan asmara tadi digelandang ke kantor polisi. Wallahu 'alam, hukuman apa yang akan menimpa mereka. Yang jelas, bila terbukti bersalah dan majikan tidak berbelas kasihan, mereka siap-siap mendekam di penjara. Dan bisa jadi, hukuman cambuk akan mereka rasakan setiap pagi, setelah sarapan tamis di penjara, seperti yang dialami tetangga Mas karmin 2 tahun yang lalu. Hampir tiap pagi ia menerima sarapan cambuk selama di penjara.

Di lain waktu, saya dapat sms dari seorang TKW pembaca Tsaqofah yang menceritakan ulah sebagian teman-temannya yang gatelan dan sering "menjual" suara genit dan mesum kepada beberapa TKL yang kesepian. Katanya, yang penting ada kiriman pulsa yang pantas dari TKL, temannya itu mau berfantasi apa saja (lewat HP), sesuai permintaan pemesan.  Bahkan konon, ada salah seorang dari mereka yang nekat berani beradegan tak senonoh dengan orang Saudi di tempat yang cukup terbuka. Ketika si Pembaca Tsaqofah memergokinya, TKW gatelan itu bersikap biasa-baiasa saja, dan meneruskan adegan gila tadi. Bahkan seperti tidak merasa berdosa sama sekali.

Begitu nekadnya si TKW di Gharnata tadi, sampai berani memasukkan buaya darat ke rumah majikannya. Padahal, ia berada di negeri yang dikenal keras menghukum para pendatang yang tertangkap basah berselingkuh ini. Juga, sudah sebegitu gilanya TKW gatelan tadi, sampai berani melayani begajul Saudi di depan temannya sendiri. Apa yang salah dari TKW kita ini?

Begitulah kalau TKI kita jarang bersujud, jarang mengaji dan membaca, dan lekat dengan dunia mesum. Hati dan akal mereka sulit menerima cahaya kebenaran. Tapi bisikan setan begitu gampang mereka terima. 

Karena banyaknya TKW kita yang berani “jual murah” kehormatan dirinya, sampai orang-orang di negeri ini (termasuk pendatang dari bangsa lain) banyak yang menilai miring pada TKW-TKW kita. Akhirnya, TKW lain yang kebetulan orang-baik-baik terkena getahnya juga.

Seperti yang dialamai Susi (nama samaran). Sautu hari ia menelphon saya, menceritakan kejadian yang pernah dialaminya. Kepada saya, Susi mengaku sebagai TKW visa bebas. Satu waktu, dia naik taxi (sambil membawa tas), hendak berangkat ke rumah calon majikan yang akan menyewanya bekerja beberapa bulan. Karena dia naik taxi sendirian dan bukan hendak kabur, oleh sopir taxi, dia dianggap sebagai wanita “bebas”. Kemudian sang sopir menawarinya untuk berkencan. Karena merasa wanita baik-baik, kontan saja Susi menolaknya mentah-mentah.  Dengan penolakan itu, sang sopir bukannya hormat dan salut akan sikap dan keteguhan hati Susi, ia malah meludah keluar sambil berkata sinis, yang intinya merendahkan pribadi Susi yang diangap sok suci. Rupanya sang sopir berpikir, “Apa masih pantas dikatakan muslimah baik-baik kalau ternyata ia sendiri berani menjadi TKW tanpa mahram, apalagi bekerja dengan visa bebas.”

Ya, kesimpulan sopir tadi sangat wajar. Sebab muslimah yang baik adalah muslimah yang lebih memilih mendampingi suami atau mengasuh dan mendidik anak-anak di rumah, bukan malah hengkang ke luar negeri menjadi TKW. Karena surga seorang isteri terletak pada ketaatannya pada Allah dan suaminya, bukan terletak pada keberhasilannya menjadi TKW. Para wanita muslimah hendaknya bisa meniru prinsip hidup Halimah, isterinya Rizqon yang bangga mengabdi pada suaminya, demi merebut surganya Allah. (Kisah nyata perjuangan hidup Halimah menggapai surga dan meninggal dengan khusnul khatimah di pangkuan suami tercinta, dapat kita simak lewat novel non fiksi “Sandiwara Langit”. Demikian Mas Karmin pernah memberi bocoran).

Itulah akibat dari ulah sebagian TKW kita yang terlalu gampang mengobral kehormatan, sehingga banyak TKL yang awalnya biasa-biasa saja bisa berubah menjadi buaya darat. Atau sebaliknya, karena banyak TKL dulok yang kesepian dan ubun-ubunnya sering kepanasan kalau malam Jumat, akhirnya dengan berbagai cara ia coba goda beberapa TKW yang imannya lemah. Jare Mas Karmin, “Priwen TKW bisa turune, baka nggal bengi ding alem-alem ning TKL sing ngaku lanange jagat?”

Pertanyaannya kemudian, apakah benar TKI kita sudah banyak yang tidak takut akan dosa dan azab dari Allah? Bila benar mata hati mereka sudah tertutup kebenaran dan mereka lalai dengan seruan Allah, sejatinya,  mereka bukanlah manusia. Mereka tak beda jauh dari binatang. Dan bisa jadi, lebih hina dari binatang. Demikian Allah Swt menyindir kita dalam al-Quran surah al-A'raaf : 179.

Jadi, sekalipun kita terlihat secara fisik sebagai manusia, terlihat gagah dan cantik, sukses jadi TKI, bergelar haji, banyak reyal yang kita dapat, dan di kampung dikenal sebagai TKI/TKW sukes, tapi kalau kita sudah tidak bisa menangkap kebenaran, tak lagi takut dosa, tak peduli lagi halal-haram (istilah Mas Karmin, wal-wal kedual, halal-haram diuntal), dan yang dikejar cuma kenikmatan dunia (makan dan nafsu seksual), maka derajat kemanusian kita sebenarnya tak beda jauh dengan  kerbau, anjing, celeng, atau bedul. Bahkan bisa jadi lebih hina dari kelima hewan tadi.

Oleh karena itu, agar  tidak dihina-dinakan seperti sato-hewan, bagi yang merasa, sebelum terlambat, mari kita segera bertaubat. Kembalilah kepada fitrah kita sebagai manusia yang suka kepada kebenaran dan malu untuk berbuat dosa. Sekalipun kita ditakdirkan jadi TKI, sekalipun kita ndeso, kita tetap berpeluang untuk manjadi TKL saleh dan TKW salehah, terhormat di hadapan manusia dan mulia di mata Allah Swt. Wallahu a'lam  

Comments :

0 komentar to “Apa Yang Dari TKW Kita?”

Posting Komentar

Majalah Islam Tsaqofah

 

Copyright © 2009 by Majalah Islam Tsaqofah