Kini Tsaqofah Edisi 37 akan Beredar diseluruh toko toko Indonesia yang ada di Riyadh, atas partisipasinya dalam berlangganan kami tak lupa haturkan ribuan terima kasih

Cinta Sebening Embun

Oleh : Sairul Nafsahu
  
Pernakah Anda menyaksikan film 'the gorilla' ? Sebuah Film Amerika yang mengisahkan tentang seekor gorila yang tiba-tiba  jatuh cinta kepada seorang wanita pemburu binatang di hutan belantara yang kebetulan waktu itu telah menolongnya dari kematian yang akan menjemputnya melalui tembakan peluru senjata milik salah seorang teman seperburuannya. Walaupun juga pada akhirnya mati karena peluruh yang membabi buta menghujani seluruh tubuhnya, demi mempertahankan perasaannya kepada wanita tersebut yang selalu ingin dilihatnya setiap saat.

Kita semua pasti tau, kenapa gorila tersebut ditembak. Tidak lain adalah karena perbedaan yang sangat jauh dari segi bentuk, fisik dan karakter. Bagi orang Amerika seperti yang telah digambarkan dalam sinopsis film garapan mereka tadi bahkan bagi siapa saja, manusia yang normal, seorang manusia tidak pantas menikah dengan hewan. Sehingga hubungan perasaan cinta tak boleh terjadi. Karena hal itu akan menimbulkan bencana yang sangat besar jikalau sampai menuju tahap pernikahan.
Yang ingin saya angkat di sini bukanlah dari sisi negatifnya, melainkan dari sisi nilai perasaan cinta yang dimiliki seekor hewan terhadap manusia agar kita tau bahwa semua binatang di dunia ini juga mempunyai perasaan cinta yang katanya sih hanya dimiliki oleh manusia dalam realitas kehidupannya. Lah.. lalu apa hubungannya dengan cinta sebening embun?
Sebagai manusia yang diberikan hati untuk merasakan getaran rasa simpatik, cinta, benci, jengkel de el el. Seyogyanya kita selalu membiasakan untuk jeli dalam memahami perasaan yang dimiliki orang lain kepada kita sebelum datangnya penyesalan. Perasaan manusia lebih peka dibanding makhluk lain yang ada di dunia ini. Kapan saja perasaan itu tersentuh oleh satu kata atau perbuatan maka ia akan selalu melekat dalam-dalam dan menjelma dalam rangkaian ilustrasi yang susah untuk dihilangkan.
Mungkin Anda pernah membaca buku “PUDARNYA PESONA CLEOPATRA”, karya Habiburahman Al-Shirazy. Buku fenomal yang sangat menyentuh dan mengguncang jiwa ini mengangkat kisah seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Mesir, dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang wanita yang tidak dicintainya. Padahal karakter wanita itu bisa dikatakan wanita solehah, berparas cantik, dan tidak kalah lagi, dia seorang hafizhoh yang sering diidamidamkan oleh sebagian ikhwan. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Ia selalu mengimpikan untuk menikah dengan wanita Mesir yang kata para mahasiswa yang pernah kuliah di Mesir, kecantikan wanita mesir 7 kali lipat dibanding wanita Indonesia. Kalau ada 1 wanita Mesir berdiri, dia seakan mempunyai tujuh bayangan yang cantik sama seperti aslinya. Namun, untuk mengikuti kehendak orang tuanya ia pun terpaksa menikah dengan wanita tersebut dan tanpa landasan cinta dan kasih sayang.
Sudah berkali-kali sang istri memberikan perhatian dan kasih sayang dengan penuh kesabaran yang terkadang disertai tetesan air mata penuh cinta, namun perasaan cinta terhadap istrinya tak kunjung datang. Sehingga  dengan alasan itu pulalah pada akhirnya, sang suami itu pergi meninggalkan istrinya untuk mengembara mencari jati diri cintanya yang menurutnya telah didapatkan di Mesir. sebagai seorang istri ia pun tak bisa berbuat apa-apa selain merelakan kepergian suami yang akan ditunggunya sampai kapan pun.
Dalam akhir ceritanya, dalam pengembraan, sang suami dikagetkan dengan teguran teman sekuliahnya yang pernah menikah dengan salah satu wanita Mesir dan gagal mempertahankan rumah tangganya.  Dalam nasehatnnya, sang teman tersebut berkata: "Setelah saya mendengar cerita tentang lika liku rumah tangga kamu yang dibangun tanpa landasan cinta dan kasih sayang sehingga kamu mengambil keputusan untuk meninggalkan istrimu yang sangat  setia kepadamu, aku sebagai teman bukan ingin menasehati, tapi hanya sekedar mengingatkan bahwa langkah yang telah kamu ambil sudah sangat berlebihan. Hal itu akan membuatmu menyesal nantinya. Dulu aku pernah menikah dengan salah seorang wanita Mesir, tapi aku gagal dalam membangun rumah tangga. Meskipun sudah  sekuat tenaga aku memperthankannya, namun istri saya itu tetap ingin pulang ke Mesir, karena kondisi ekonomi keluargaku pada saat itu lagi ambruk dan bisnis bapakku jatuh bangkrut pada saat aku tidak mempunyai apa-apa lagi selain istriku yang pada awalnya aku berharap bisa tetap setia menemaniku dalam keadaan suka dan duka. Bisa dibayangkan, ternyata istriku mencintaiku bukan karena diriku tapi karena hartaku. Aku merasa trauma sekali setelah kejadian tersebut. Tapi apa boleh dikata semua sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa sehingga aku harus ikhlas menerima semua peristiwa ini. Aku berharap peristwa ini cukup menimpa diri saya dan tidak terulang kepada orang Indonesia yang lain. Anda beruntung mempunyai istri yang begitu sangat mencintai dan menyayangimu. Jangan pernah engkau sia-siakan cinta suci dan kesetiaan istrimu. Sungguh jarang sekali mendapatkan istri seperti itu di dunia ini. Tapi semuanya tergantung keputusanmu. Apakah kamu masih mau melanjutkan pertualanganmu atau tidak? Masa depan ada pada dirimu." Setelah  mendengar nasehat temannya tadi, spontan sang suami seakan baru sadar dari tidurnya. Ada kesalahan yang selama ini telah diperbuatnya terhadap istrinya yang sangat mencintainya. Rasa penyesalan mulai hadir dalam dirinya. Impian rasa ingin menikahi wanita Mesir hilang seketika. Rasa rindu dan benih-benih cinta kepada istri yang selama ini ditinggalkan mulai tumbuh memekar bak sekuntum bunga yang baru saja ditetesi sebening embun yang sejuk. Ingin rasanya memeluk dan mengecup keningnya. Ada semangat baru untuk kembali merajut rumah tangga yang selama ini telah diabaikan. Namun sebagai manusia biasa, kita cuma bisa merancang tapi Tuhan jualah yang menentukan. Ditengah perjalanan menuju rumah sang istri, ia mendengar kabar bahwa istrinya telah meninggal dalam keadaan mengandung anaknya disertai sakit-sakitan yang sudah sangat parah semenjak ia ditinggalkan. Mendengar kabar itu  air mata penyesalan pun tak dapat dibendung membasahi kedua pipinya. Air mata atas ketidak tahuannya terhadap makna sebuah cinta sebening embun yang lahir dari lubuk hati sang istri. Penyesalan tinggalah penyesalan. Cinta sebening embun pagi yang menyejukan hati telah hilang ditelan mentari pagi yang hanya menyisahkan sebuah kenangan yang tak akan mungkin terulang kembali.
Nah.. Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari ke dua cerita diatas..? Paling tidak ada 3 point dasar yang dapat kita petik. Tapi bukan memetik buah mangga atau apel yach, ntar loe dikejar pake golok macan tutul ame yg punye pohonnye. Ha ha ha.

Point pertama adalah:  ketika perasaan cinta itu tumbuh pada hati seseorang, biarkan ia tumbuh dan jangan dipaksakan. Biarlah ia mengalir dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Biarlah waktu yang menentukan tapi Allah yang Maha mengatur segalanya.

Point yang kedua adalah: belajarlah untuk memahami sebuah cinta suci yang diberikan seseorang kepada kita sebelum penyesalan datang. Ibnu Hazam Al-Andalusy, seorang ulama penyair ternama di masanya pernah berkata " Terkadang ketulusan cinta yang tumbuh pada seseorang tak dapat dirasakan, namun penyesalan akan selalu terbayang ketika cinta itu pergi dan tak kembali lagi”.

Point yang ketiga: adalah resapilah makna hidup secara mendalam agar kita dapat memahami perasaan orang lain. Khususnya memahami perasaan diri kita sendiri. Ada pepatah mengatakan “Pahamilah dirimu terlebih dahulu sebelum engkau memahami orang lain.” Waalahu a'alam bissawab.

Comments :

0 komentar to “Cinta Sebening Embun”

Posting Komentar

Majalah Islam Tsaqofah

 

Copyright © 2009 by Majalah Islam Tsaqofah