Kini Tsaqofah Edisi 37 akan Beredar diseluruh toko toko Indonesia yang ada di Riyadh, atas partisipasinya dalam berlangganan kami tak lupa haturkan ribuan terima kasih

Keberhasilan Tak Selamanya Bahagia

Oleh : Abu Ahmad

Bagi kebanyakan orang, keberhasilan biasanya selalu diidentikkan dengan mempunyai banyak uang. Tidak peduli uang itu diperoleh dari mana, yang penting mereka bisa menghasilkan dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam hidupnya. Sehingga berbagai cara pun mereka lakukan demi tercapainya tujuan. Ada yang melakukan dengan hati-hati dan memilih cara yang halal dan ada pula yang tidak peduli dengan cara apapun sekalipun yang haram.
Sebuah petikan lagu Roma Irama yang berbunyi "banyak jalan menuju roma" sering disalahartikan oleh banyak orang sebagai pendorong menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rejeki yang banyak. Sementara mereka buta akan hakikat rejeki yang mereka peroleh. Sering kali kita dengar berita di televisi atau di koran yang mengungkapkan tentang kasus korupsi, mencuri, mencopet, menjambret, menipu dan lain-lainnya. Semua itu merupakan perbuatan yang merugikan orang lain. Anehnya perbuatan tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang yang setatus pendidikannya rendah, melaikan juga orang-orang masuk dalam katagori terpelajar karena memang hampir semua orang tidak tahan oleh keinginan mendapatkan harta, walaupun mereka mengetahui pekerjaan itu tidak baik dan dilarang oleh agama. Rayuan ambisi dan godaan kejolak hati yang rakus terhadap dunia membuat orang lemah iman terjerumus pada perbuatan tersebut. Dari masyarakat kelas bawah hingga masyarakat kelas atas, dari seorang rakyat yang tidak mempunyai pangkat hingga orang yang mempunyai jabatan paling tinggi, semuanya berlomba-lomba mencari rejeki sebanyak-banyaknya. Namun sayang, melakukannya dengan cara yang keliru. Banyak di antara mereka yang tidak mengindahkan aturan yang benar menurut agama. Tidak sedikit orang yang mengetahui cara yang benar pun sering terjebak dalam praktik ini demi teraihnya suatu target dan tujuan. Ini adalah bukti lemahnya iman seseorang yang sedang mencari keberhasilan.
Padahal sebenarnya, maksud dari cuplikan lagu di atas adalah untuk membangkitkan semangat masyarakat dalam mencari pekerjaan dan mengais rejeki yang bisa diraih dan dicari dengan cara yang halal. Banyak sekali potensi rejeki yang dapat digali dari berbagai pekerjaan yang mungkin didapatkan selagi kita ada kemauan untuk berusaha. Apabila rejeki itu tidak bisa dicapai dengan cara yang satu maka harus dicoba dengan cara yang lain. Karena Allah swt. tidak akan mengubah nasib seseorang sehingga orang tersebut mau merubah sendiri nasibnya.
 
Karena asumsi keberhasilan seperti itu, maka banyak dari masyarkat yang siap menjadi TKI meskipun dengan mengorbankan dignity( kehormatan ) dirinya dan agamanya demi meraup uang sebanyak-banyaknya untuk mencapai keberhasilan. Mereka   berdalih bahwa tujuan bekerja di negeri Saudi Arabia ini untuk mendapatkan uang yang banyak dengan cepat. Mereka tidak pernah berpikir, apakah  uang itu halal atau tidak. Tentu, kami pun tidak menafikan bahwa masih banyak juga yang berkepribadian baik.

Masalah yang berkaitan dengan penghasilan atau rejeki, seorang tidak ada yang mengetahui seberapa banyak yang akan didapatkannya. Sama halnya dengan urusan jodoh dan ajal. Hanya Allah yang Maha Mengetahui tentang takdir. Namun demikian, manusia tidak dibenarkan hanya menerima takdir dengan berpangku tangan semata. Ia harus berusaha untuk mendapatkan rejeki tersebut. Seseorang yang rejekinya sedikit bukan berarti orang tersebut gagal dalam usahanya. sebaliknya seseorang yang rejekinya banyak tidak berarti orang itu selamanya sukses. Hal itu karena Allah swt. sedang memberikan ujian terhadap hambaNya. Ada yang ditakdirkan menjadi sebagai orang kaya dan ada juga yang ditakdirkan menjadi orang miskin.

Seluruh ketentuan makhluk; baik rejeki atau yang lainnya, sudah ditentukan Allah swt. sejak 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw. :

كَتَبَ اللهُ مَقاديرَ الخَلائِقِ قَبْلَ أنْ يَخْلُقَ السمواتِ والأرضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ ( رواه مسلم ) 
 
"Allah SWT telah menetapkan takdir semua makhluk sejak 50.000 ( lima puluh ribu) tahun sebelum menciptakan langit dan bumi" ( HR. Muslim ).  
 
Dari penegasan hadits di atas, semestinya kita tidak perlu khawatir dengan masalah rejeki karena rejeki masing-masing tidak akan diambil oleh orang lain. Setiap kita harus percaya akan hal tersebut karena Allah swt. telah menggariskan dan menentukannya sesuai dengan ukuran dan takarannya masing-masing. Allah swt. pasti akan memberikan rejeki kepada hamba-Nya menurut kadar yang dibutuhkannya, sebagaimana firman Allah :
“Dan jikalau Allah melapangkan rejeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat”
( Surat Asy-Syura : 27 )

Jadi, Allah swt. jelas akan memberikan rejeki kepada hambaNya yang mau berusaha dan mereka hanya akan mendapatkan sesuai dengan ukuran yang dikehendaki-Nya. Juga tentunya sesuai dan cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Yang berpenghasilan banyak tentu kebutuhannya juga banyak. Demikian halnya dengan mereka yang berpenghasilan sedikit pasti dapat menutupi kebutuhan yang sedikit pula. Allah swt. telah mengatur semuanya dan berlaku adil pada  seluruh makhlukNya. Tidak saja manusia, bahkan makhluk lain pun, seperti hewan, sama mendapatkan keadilan dalam pembagian rejekinya. Hal ini tergantung  pada manusia bagaimana dalam menyikapinya. Oleh karena itu, yang terpenting kita harus pandai bersyukur .

Penghasilan yang kita peroleh dari usaha merupakan rejeki dari Allah swt. Ada yang berpenghasilan banyak dan ada juga yang berpenghasilan sedikit. Bagi orang professional yang berpendapatan gaji besar, hendaknya ia tidak sombong, pongah dan tidak merendahkan orang yang di bawahnya karena belum tentu kebahagiaan menghampirinya. Bagi yang berpenghasilan gaji sedikit, tidak perlu iri dengan orang di atasnya dan seharusnya selalu bersabar dan bersyukur kepada Allah karena bisa jadi dan sangat mungkin ada orang yang penghasilannya lebih kecil dari yang ia peroleh. Rejeki yang sedikit asalkan halal insyaAllah akan membawa kepada kebahagiaan dan ketentraman. Semua rejeki yang Allah berikan kepada kita wajib kita syukuri, tidak boleh kita ingkari, dan kita tidak boleh saling iri, dengki dan hasud antar sesama karena perbedaan gaji atau pendapatan. Semua yang terjadi pasti ada hikmahnya.

Mari kita luruskan niat dan tujuan merantau kita di negeri orang ini. Usaha kita dalam mencari rejeki untuk memberi nafkah keluarga dengan jalan yang diridhai Allah swt. termasuk ibadah. Sebenarnya usaha kita di Indonesia atau di negeri lain juga sama saja. Hanya menurut persepsi umum, seakan-akan kerja di luar negeri menjadi kepastian untuk tercapainya harapan yang menjanjikan dan kebahagiaan yang dikhayalkan. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Terbukti banyak alumni TKI yang berhasil menggondol puluhan ribu real dari negeri kaya minyak ini, tetapi masih saja banyak yang belum bisa mensejahterakan keluarganya, apalagi membangun rumah.

Pendidikan dapat mengarahkan kepribadian seseorang untuk berpikir logis dan menjadikannya sebagai pijakan dalam setiap langkah yang akan diperbuatnya sehingga lebih teratur dan menuju kepada keberhasilan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan adanya seseorang yang berpendidikan tidak bisa mencapai keberhasilan dalam masalah rejeki karena sejatinya ranah pendidikan ini tidak ada kaitannya dengan ketentuan rejeki seseorang. 

Sebagai makhluk Allah swt. yang paling sempurna dan diberi kenikmatan iman kepada Khaliknya, semoga kita tidak terjebak oleh angan-angan dan ambisi. Ketika kita mendapatkan anugrah dari Allah swt. berupa suatu keberhasilan dan kesuksesan dalam masalah apa saja, mudah-mudahan hal itu merupakan keberhasilan hakiki yang bisa mengantarkan kita ke muara kebahagiaan dunia hingga di akhirat nanti. Amin

Comments :

0 komentar to “Keberhasilan Tak Selamanya Bahagia”

Posting Komentar

Majalah Islam Tsaqofah

 

Copyright © 2009 by Majalah Islam Tsaqofah